Adagio Tomahayu, Jawara Asli Gorontalo yang Ahli Menyembuhkan Orang - JaTI Project


Adagio Tomahayu, seorang pria muslim 29 tahun asal Gorontalo. Sempat mengenyam pendidikan akademik jurusan teknik sipil di salah satu universitas swasta hingga ia lulus sebagai sarjana teknik. Pria yang akrab disapa Gio ini memiliki kemampuan lain di bidang pengobatan alternatif.

Ayah Gio yang seorang dokter, meninggal dunia sewaktu usia Gio masih 14 tahun, membuat Gio termotivasi di bidang kesehatan meskipun ia juga berbakat di bidang sains. Setelah ibunda meninggal karena sakit kanker setahun setelah Gio lulus, tekad Gio menjadi seorang tabib makin bulat.

Berbekal ilmu kesehatan autodidak yang dipelajarinya sejak kecil serta dasar ilmu teknik dari akademik, Gio membuka praktek alternatif sejak usia 23 tahun. Ia pun sukses menyembuhkan banyak orang dari hampir seluruh penjuru Nusantara.

Selama membuka praktek, Gio berhasil meracik ratusan ramuan obat-obatan yang disimpannya sendiri di sebuah goa di Desa Molombulahe. Kegiatannya itu dilakukan di sela-sela waktu luang ketika ia sedang tak praktek atau tak ada pasien sama sekali.

Sayangnya ada pihak yang mengganggu pengobatannya. Salah satunya adalah saingannya, seorang tabib bernama Poliyandru atau Andru yang sering mengirim orang untuk mengganggu praktek Gio.

Andru sebenarnya menjalin bisnis dengan kelompok mafia bawah tanah yang sama-sama punya kepentingan untuk menjaga bisnis mereka.

Beruntung Gio selalu dibela atau diselamatkan oleh kakak sepupunya, Darswa, yang memiliki kemampuan bela diri mumpuni. Darswa kerap mengajarkan Gio teknik bela diri Langga. 

Di usia 25, Gio menikah dan memiliki seorang anak laki-laki. Gio berjuang mempertahankan rumah tangganya yang kerap dihasut oleh Andru.

Saat usia Gio memasuki 28 tahun, Darswa meninggal dunia. Hal itu membuat Andru makin mudah untuk menggulingkan praktek Gio.


Hidup Gio Berubah Drastis

Pada suatu malam, orang-orang suruhan Andru membakar tempat prakteknya serta menghancurkan obat-obatan temuannya yang masih tersimpan di sana. 

Gio pun digugat cerai istrinya dan menuntut hak asuh anak mereka setelah terhasut oleh Andru. Gio tak berkutik dalam hal ini dan mentalnya makin terpukul. Ia bercerai dari istrinya. Mantan istri Gio lalu pindah ke Manado bersama anak mereka. 

Setelah sadar kehidupannya di Gorontalo terancaman oleh Andru dan komplotannya, Gio pun bertolak ke desa terpelosok di Gorontalo. Kehidupan baru Gio setelah bercerai di usia 29 pun berubah drastis.

Ia memilih hidup damai di pedesaan Molombulahe melanjutkan kegiatan meracik obat-obatan yang disimpannya di sana sambil membuka praktik kecil-kecilan dengan nama baru: Moderato.

Hidup Gio makin berubah setelah ia bertemu dengan seorang polisi bernama Abdul Basir yang terluka parah akibat luka tembak.

Abdul mengaku luka itu didapatnya ketika beraksi mengejar komplotan kriminal yang telah membunuh rekannya di Gorontalo. Gio pun menutup tempat praktek untuk sementara demi bisa menyembuhkan Abdul tanpa mengharapkan biaya.

Abdul awalnya menolak karena ia takut Gio jadi terlibat dengan kegiatannya yang berbahaya. Bahkan, komplotan yang disebut Abdul bernama Kalumba Hitam itu bisa saja melacak keberadaannya saat ini hingga mengancam nyawa Gio. Namun Gio bersikeras untuk merawat Abdul.


Gio Mengasah Bela Diri Longgo dan Langga

Abdul rupanya memiliki dasar ilmu bela diri Longgo dan Langga yang kerap dipraktikkannya di pagi hari setelah kondisinya sudah membaik. Gio meminta Abdul untuk mengajarinya namun ditolak. Bertekad kuat, Gio pun menceritakan kisah hidupnya yang memilukan serta berkata bahwa tujuan hidupnya sudah hampir sirna.

Mendengar kisah Gio, Abdul pun terharu dan langsung menyetujui permintaan Gio. Selama kurang lebih 1,5 tahun mereka berlatih ilmu bela diri Longgo dan Langga. Punya dasar bela diri Langga, Gio pun sangat cepat menyerap pelatihan dari Abdul dan dianggap melebihi ekspektasi.

Pada suatu malam, Gio mendapati Abdul tak ada di dalam rumahnya seolah pergi tanpa pamit. Gio pun melacak keberadaan Abdul hingga ia menemukan Abdul sedang berbicara dengan sekelompok orang berseragam layaknya jubah dengan logo singa di punggung yang disebut Singadwirya.

Dari percakapan mereka, Gio mendengar bahwa Abdul meminta orang-orang Singa Dwirya segera menjauh dari lokasi ia tak ingin rumah milik orang yang telah menolongnya diserbu oleh incaran mereka. Namun seorang pria dari Singa Dwirya berkata bahwa timnya justru mendapati incaran mereka sudah berada di dekat sini dan sedang mencari keberadaannya.

Rupanya Abdul selama ini berbohong kepada Gio. Dalam perbincangannya, Abdul dipaksa untuk mengaku di mana ia menempatkan pisau mantra yang direbutnya dari incaran Singa Dwirya. Kelompok Kalumba Hitam hanyalah cerita bohong yang dikarang Abdul kepada Gio agar tak curiga bahwa Abdul menyimpan pisau mantra di rumah Gio.

Selama ini, Abdul rupanya bukan mengejar, melainkan kabur dari komplotan mafia yang mengincar pisau mantra itu. Abdul hanyalah membantu rekannya yang ternyata adalah anggota Singadwirya. Mereka terlibat perkelahian hidup dan mati hingga akhirnya keduanya terluka dan kabur.

Abdul lalu diminta rekannya yang terluka parah dan sekarat untuk menjaga pisau mantra tersebut. Setelah ajal menjemput rekannya, Abdul pergi menjauh dari Gorontalo seorang diri menghindari pemukiman dan transportasi hingga ia tersesat di dekat rumah Gio.

Awalnya Abdul tak mau mengaku kepada Singa Dwirya hingga salah satu dari orang-orang beseragam itu berteriak emosi kepada Abdul bahwa mereka sedang mati-matian menjaga nyawa istri dan kedua anak Abdul.

Akhirnya Abdul mengaku bahwa pisau mantra itu diletakannya di rumah Gio. Gio yang terpaku kaget dan sempat terbengong, secara refleks berlari menuju rumahnya, takut terjadi hal-hal yang tak diinginkan menimpa rumahnya.


Pertarungan Melawan Empat Naga

Benar saja, Gio mendapati rumahnya sedang dikerubungi oleh orang-orang berjas hitam yang memakai kalung naga. Rupanya mereka adalah komplotan yang dibahas Abdul dan Singadwirya, yaitu kelompok mafia bawah tanah nasional: Empat Naga.

Gejolak dari dalam diri Gio memuncak. Teringat masa lalu dan perasaan yang sudah tak takut kehilangan apapun termasuk nyawanya, memenuhi pikiran, otot, dan jiwanya.

Gio langsung menyergap satu persatu anggota Empat Naga di rumahnya, Melumpuhkan mereka dengan ilmu bela diri Longgo dan Langga yang telah disempurnakan bersama Abdul. Bahkan, Gio berhasil menghindari senjata api, lemparan senjata tajam, dan serangan kuat dan cepat dari beberapa anggota Empat Naga.

Sampai akhirnya tersisa satu orang terkuat yang memimpin komplotan itu. Ia bertanya kepada Gio mengenai keberadaan Abdul si polisi serta pisau mantra. Namun Gio tak menjawabnya. Gio pun bertarung habis-habisan dengan pria itu hingga rumahnya berantakan. Keduanya imbang dan si orang terkuat tampak emosi dan berniat menghabisi Gio sambil mengeluarkan senjata tajamnya berupa pisau tentara.

Gio pasrah. Namun ia mengingat-ingat kembali kegiatan Abdul selama di rumahnya, mencoba menganalisis di mana kira-kira keberadaan pisau mantra. Gio teringat setiap kali Abdul mencuci tangan, selalu menyentuh bagian bawah tempat cuci piring. Kadang ia juga terbesit suara air di tempat cuci piring berubah setelah Abdul datang.

Gio berlari ke sana, dan menjulurkan tangannya ke bawah tempat cuci piring. Ternyata memang pisau mantra diletakkan di situ oleh Abdul. Pria Empat Naga mencoba menikamnya, Gio meraih sekuat tenaga pisau itu lalu berhasil diambilnya.

Ketika pisau milik pria Empat Naga hampir menikamnya, Gio secepat mungkin menangkisnya hingga kedua mata pisau saling menyentuh. Gio secara spontan meneriakkan kata "hancur".

Tiba-tiba saja energi kinetis dari pisau mantra keluar, menghancurkan pisau tentara si pria Empat Naga. Si pria terlempar jauh hingga lebih dari 10 meter dari dinding luar rumah Gio.

Gio menarik napas cepat sambil meredakan ketegangannya. Ia tak tahu bagaimana nasib pria itu. Pisau mantra masih di genggamannya. Tiba-tiba saja suara riuh terdengar di luar rumahnya.

Abdul masuk ke dalam rumah Gio dan terlihat bengong. Ia datang bersama anggota Singa Dwirya yang menodongkan pistol. Abdul meminta mereka tak menodongkan senjata kepada Gio.

Salah seorang pria yang memimpin tim Singa Dwirya malam itu, masuk ke dalam rumah Gio. Melemparkan ekspresi kaget sekaligus kagum. Gio pun pingsan.


Jawara Gorontalo

Terbangun, Gio terkejut ia tak sedang berada di rumahnya, melainkan di sebuah klinik di Gorontalo. Abdul dan pimpinan tim dari Singadwirya duduk di ruangan itu dan langsung menghampiri Gio. Rupanya Gio sudah pingsan selama dua hari.

Mereka berdua meminta Gio untuk menceritakan apa yang terjadi malam itu. Gio bercerita. Abdul meminta maaf, namun Gio tak mempermasalahkannya. Pria dari Singa Dwirya pun bertanya, apa tujuan hidup Gio setelah ini. Gio menjawab ia sudah tak memiliki hasrat untuk hidup biasa.

Alhasil, Gio pun direkrut oleh Singa Dwirya sebagai bagian dari JaTI (Jawara Tanah Indonesia). Gio lalu dianggap sebagai salah satu orang yang bisa menjinakkan pisau mantra dan melatihnya hingga ia resmi menjadi jawara.

Akhirnya, di usia 30 tahun, Gio pun resmi menjadi bagian dari JaTI bentukan Singa Dwirya sebagai tabib sekaligus pendekar asal Gorontalo dengan julukan Tabib Kalumba, mengambil dari kelompok fiktif yang dikarang Abdul. 

Setelah itu, Abdul memiliki jabatan di Polres Gorontalo Kota. Terkadang, Abdul meminta Gio untuk menyelesaikan kasus atau misi yang sulit dijangkau pihak kepolisian setempat.

Copyright: Riantrie (@rulyriant)

#pabrikjagoanorigins

Komentar